KaryaBayar

Newsletter Books

Otak Tempur-A

BY Pradnya Kasih Nuraini Feb 08, 2025 Free

Seperti biasanya sore itu aku dalam kemudi motor merasa lapar. Berjalan serambi memikirkan menu makanan apa yang cocok dengan mood mulut dan perutku saat itu. Banyak kios – kios makanan di pinggir jalan memanggil – manggil tapi hatiku enggan mengampirinya. Kuteruskan motorku hingga sampai gang depan rumah. Sesampainya disana disambut dengan kios makanan ringan menu sosis tempura. Hatiku teriak tak karuan seakan mengajakku untuk mampir membelinya seporsi atau dua porsi saja. Namun sayang otak pintarku ini memberikanku asumsi, ia seakan berkata “Hei! Ingat cita – cita lu, sarjana gizi, ahli gizi. Inget udah berapa banyak uang yang udah lu keluarin sendiri buat ngedapetin materi gizi! Semua itu mau lu buang sia – sia karena jajanan pinggir jalan. Gila lu kalau iya.”

            Argh... benar – benar memang si otak ini selalu mampu mengalahkanku. Dalam tubuh ini memang benar otakku lebih banyak bekerja. Ia lebih banyak pengaruhnya dalam hidup  dibandingkan organ lainnya. Tak heran jika aku menjadi sosok yang keras kepala. Badak memang.

            Cerita singkat, aku memang bukanlah mahasiswa ahli gizi. Pendidika yang kutempuh saat ini pendidikan agama islam beda jauh dengan ahli gizi. Merambah materi gizi pun juga tidak. Walaupun aku bukan mahasiswa ahli gizi, aku punya cita – cita bisa kuliah ahli gizi dapat gelar S.GZ karena miris juga tiap aku lihat anak gizi buruk, busung lapar, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan gizi. Banyak pula aku menemukan pasien yang mayoritas kesalahan pada amunisi mereka.

            Pfft!!! kembali dengan amunisi ku. Mari kita lupakan saja, buang saja selera makan sosis tempura ini. Pencapaian selama ini tak sebanding dengan makan sosis tempura. Kelanjutkan laju motorku sampai rumah dengan harapan ada seonggok makanan atas meja yang cocok dengan mood mulut dan perutku. Tak ayal sampai tiga menit roda motorku sudah sampai dirumah. Tak jauh dari kios tadi memang. Setelah turun dari motor, mecuci tangan dan kaki melepas penat, kubuka tudung nasi, sesuai setengah harapan kumenemukan seonggok makanan, oseng tempe. Mulut dan perutku menolak. Bedebah setan! Memang sosis tempura itu lebih menggoda. Baiklah apa yang sekarang bisa kulakukan tuk melupakan sosis tempura itu? Menyebalkan. Kuambil novel Interahance kulanjutkan membaca kemarin malam. Walaupun aku yakin part penyerangan naga tak sebanding dengan hasrat panggilan sosis tempura. Sudahlah biarkan saja, melupakan hal yang mustahil tuk meraih dan mengalihkannya. Jalani saja seperti biasa sebelum ia sosis tempura ada. Pfftt....

            Hari ku kian berjalan, namun tempura kios depan kian bergulir. Tiap hari ada saja, entahlah para bocil yang membeli kemudian lewat depan rumahku, bocil bermain kejar – kejaran depan rumah berbekal tempura bahkan adikku yang setengah kakakku pun juga ikut membelinya. Bedebah hingga entah berapa kali.

            Berjalan bersama dengan upgrading diri lolos administrasi pemilihan dimas diajeng daerah dan penobatan pengurus unit kegiatan mahasiswa, rank tertinggi tes TOEFL dan IELTS, penyiapan passport ke luar negeri dengan pemberangkatan setelah lulus kuliah dan masih banyak lagi. Sungguh aku sangat berterimakasih dengan hal – hal itu yang menyelamatkanku dari godaan tempura.

            Tiga bulan berjalan, hingga aku menemukan hal yang membuatku tertegun bertafakur mengerti maksud dunia. Sore itu aku sedang berleha – leha membayangkan juta impian, datang pembeli ke warungku.

            “Permisi, beli.” Ujarnya sampai dua kali tak ada yang menjawab, haruskah aku? Dimana anggota rumah ini? Tengah berjalan ke warung, ibuku mendahului lebih sampai. Tak apa, aku juga ingin membeli cemilan saat itu, sampai di warung kutengok pelanggan setia, cak Dadar dan bulek Mawarternyata dan kalian tahu apa yang dibawa? Sosis tempura. Terimakasih telah memutar kembali ingatanku.

            “Kamu nggak mau, A?” tawar bulek mawar.

            “Mboten bulek” Jawabku dalam logat jawa.

Sponsored

            Terimakasih telah mengembalikan memori ingatanku. Sekejap sisa tafakurku menyabet sosis, semua yang terjadi mengajarkan tak semua hal terpenuhi bahkan entah sampai kapanpun. Otak memang organ yang hebat, apalagi untuk urusan tempura. Tak perlu melupakannya, otak tak mau. Cukup ikuti saja alur sehatnya. Otak bertempur untuk diri. Otak tempur-a

Another Post

Aku Berharga

... Lembut buka tutup, terbelalak Kulihat lubuk dalam hatiku, ada hak tuk jadi berharga dalam hidupku Ku hentikan berangan, kuhentikan melihat lain Ku hembus nafas, hatiku berkata " Aku ...

Feb 09, 2025